Filosofi Twin Towers UIN Sunan Ampel Surabaya
Oleh: Dinda Rohmatul Maulidah
Awal abad ke-20 di Indonesia ditandai dengan kemunculan intelektual baru berpendidikan Barat yang memunculkan gap dengan intelektual lama (ulama). Kaum inteletual baru hasil didikan Barat cenderung terpisah dengan intelektual lama (ulama). Karena itulah muncul gagasan di kalangan umat Islam Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam, yang nantinya dapat melahirkan intelektual ulama atau ulama intelektual. Wujud kongkrit dari kesadaran tampak dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam pada masa itu, seperti: Jam’iyat al-Khayrat (1905) di Jakarta, Sarekat Islam (1912) di Surakarta, Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, Al-Irsyad (1915) di Jakarta, Persatuan Umat Islam (1917) di Majalengka, Persis (1923) di Bandung, dan Nahdatul Ulama (1926) di Surabaya. Meskipun tidak seragam dalam menerapkan pembaharuan, organisasi-organisasi Islam ini secara umum memperkenalkan sistem pendidikan yang baru di lingkungan masing-masing.
Filosofi Twin Towers
Twin towers mengandung filosofi mendalam sehubungan dengan visi-misi UINSA yang berupaya menjelma sebagai salah satu perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Kota Surabaya yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dengan paradigma keilmuan model menara kembar tersambung (integrated twin-towers). Dalam artian, UINSA ingin membangun paradigma islamisasi nalar dan mengkolaborasikannya dengan keilmuan lain, sehingga saling melengkapi antara ilmu-ilmu keislaman, sosial-humaniora, serta sains dan teknologi. Tentu saja, paradigma ini yang diperlukan untuk mahasiswa di era perkembangan teknologi informasi dan digital seperti saat ini.
Desain menara kembar tersambung (integrated twin towers) dalam keilmuan keislaman multidisipliner di UIN Sunan Ampel merupakan upaya membangun struktur keilmuan yang mana antara ilmu keagamaan dan ilmu sosial / humaniora serta ilmu alam berkembang secara memadai dan wajar. Kesemuanya memiliki kewibawaan yang sama, sehingga antara satu dengan lainnya tidak saling merasa superior atau inferior. Ilmu keislaman berkembang dalam kapasitas dan kemungkinan perkembangannya, demikian pula ilmu lainnya juga berkembang dalam rentang dan kapasitasnya. Ilmu keislaman ibarat sebuah menara yang satu dan ilmu lainnya seperti menara yang satunya lagi. Keduanya bertemu dalam puncak yang saling menyapa, yang dikenal dengan konsep ilmu keislaman multidisipliner.
Hubungan keilmuan agama dan umum tidak saling mengintervensi, tetapi saling melengkapi. Dengan demikian, tidak perlu upaya mengkaji secara khusus keilmuan umum dengan pendekatan agama untuk dicari relevansinya dengan ajara agama, tetapi cukup mengkomunikasikan diantara keduanya. Hal ini didasarkan pada kondisi keilmuan umum yang sudah mapan. Disamping itu, segala ilmu itu hakikatnya netral dan Islami. Baik buruknya ilmu tergantung pada penggunaannya.
Diharapkan, mahasiswa yang menuntut ilmu di UINSA tidak hanya menjadi pakar keagamaan tapi juga ahli di bidang-bidang keilmuan umum. Seiring berjalannya waktu, ada wacana peralihan dari IAIN ke UINSA dengan semangat untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman, namun tetap tidak menghilangkan ciri khas keislamannya. Peralihan kelembagaan IAIN menjadi UIN ini sempat menimbulkan pro dan kontra karena dikhawatikanr jika berubah menjadi UIN akan meminggirkan ilmu-ilmu agama Islam dan khawatir fakultas ilmu agama menjadi tenggelam dan lebih dididominasi oleh fakultas lain. Kekhawatiran ini tidak menyurutkan pemangku kebijakan dalam memperjuangannya.
Pada akhirnya di tanggal 1 Oktober 2013 melalui Perpres No. 65 tahun 2013, status kelembagaan IAIN Sunan Ampel telah resmi berubah menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya atau disingkat dengan sebutan UINSA Surabaya. Meski berubah nama dan status dari institut ke universitas, UINSA tetap mempertahankan jati diri IAIN Sunan Ampel sebagaimana awal didirikannya. Untuk mempertahankan jati diri ini, civitas akademika UINSA diisi dan didominasi oleh guru besar dan doktor-doktor muda yang memiliki konsentrasi besar terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki variasi keahlian, tetapi tetap berada dalam koridor Islam yang seharusnya.
Kesimpulan
Desain menara kembar tersambung (integrated twin towers) di UIN Sunan Ampel merupakan upaya untuk membangun struktur keilmuan yang mengintegrasikan ilmu keagamaan, ilmu sosial/humaniora, dan ilmu alam secara seimbang dan saling melengkapi. Konsep ini mencerminkan semangat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan pendekatan multidisipliner, di mana ilmu keislaman tidak hanya berdiri sendiri tetapi juga berkolaborasi dengan ilmu umum. Melalui pendekatan ini, diharapkan mahasiswa tidak hanya menjadi ahli dalam bidang keagamaan, tetapi juga memiliki pemahaman yang luas dalam ilmu-ilmu umum, yang sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan teknologi informasi dan digital. Upaya ini juga mencerminkan semangat adaptasi terhadap perkembangan zaman tanpa kehilangan ciri khas keislamannya, seperti yang dilakukan oleh Sunan Ampel dalam berdakwah pada masanya. Dengan demikian, UIN Sunan Ampel Surabaya mengusung paradigma keilmuan yang diwujudkan dalam konsep integrated twin towers, yang menjunjung tinggi keseimbangan antara ilmu keislaman dan ilmu umum, serta mengedepankan pengembangan ilmu pengetahuan dengan pendekatan yang komprehensif dan inklusif.
Komentar
Posting Komentar